Mengapa Harus Berjilbab?
Saudariku,
jilbab adalah pakaian yang berfungsi untuk menutupi perhiasan dan keindahan
dirimu, agar dia tidak dinikmati oleh sembarang orang. Ingatkah engkau ketika
engkau membeli pakaian di pertokoan, mula-mula engkau melihatnya, memegangnya,
mencobanya, lalu ketika kau jatuh cinta kepadanya, engkau akan meminta kepada
pemilik toko untuk memberikanmu pakaian serupa yang masih baru dalam segel.
Kenapa
demikian? Karena engkau ingin mengenakan pakaian yang baru, bersih dan belum
tersentuh oleh tangan-tangan orang lain.
“Katakanlah
kepada wanita-wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan
memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka
kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.’” (Qs. An-Nuur: 31)
Dan
firman-Nya,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)
Saudariku
tercinta, Allah tidak semata-mata menurunkan perintah jilbab kepada kita tanpa
ada hikmah dibalik semuanya.
Allah telah
mensyari’atkan jilbab atas kaum wanita, karena Allah Yang Maha Mengetahui
menginginkan supaya kaum wanita mendapatkan kemuliaan dan kesucian di segala
aspek kehidupan, baik dia adalah seorang anak, seorang ibu, seorang saudari,
seorang bibi, atau pun sebagai seorang individu yang menjadi bagian dari
masyarakat.
Allah
menjadikan jilbab sebagai perangkat untuk melindungi kita dari berbagai “virus”
ganas yang merajalela di luar sana. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh
Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya,
“Wanita itu
adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.” (Hadits
shahih. Riwayat Tirmidzi (no. 1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani
dalam Mu’jamul Kabiir (no. 10115), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhuma)
Saudariku,
berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk menunjukkan bahwa engkau
adalah seorang muslimah. Tetapi jilbab adalah suatu bentuk ketaatanmu kepada
Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang telah engkau kerjakan.
Jilbab juga merupakan konsekuensi nyata dari seorang wanita yang menyatakan
bahwa dia telah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Selain itu, jilbab juga merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa
malu, dan kecemburuan. Dan semua itu Allah jadikan baik untukmu. Tidakkah
hatimu terketuk dengan kasih sayang Rabb kita yang tiada duanya ini?
“Aku Belum
Berjilbab, Karena…”
1.
“Hatiku masih belum mantap untuk berjilbab. Jika hatiku sudah mantap, aku akan
segera berjilbab. Lagipula aku masih melaksanakan shalat, puasa dan semua
perintah wajib kok..”
Wahai
saudariku… Sadarkah engkau, siapa yang memerintahmu untuk mengenakan jilbab?
Dia-lah
Allah, Rabb-mu, Rabb seluruh manusia, Rabb alam semesta.
Engkau telah
melakukan berbagai perintah Allah yang berpangkal dari iman dan ketaatan,
tetapi mengapa engkau beriman kepada sebagian ketetapan-Nya dan ingkar terhadap
sebagian yang lain, padahal engkau mengetahui bahwa sumber dari semua perintah
itu adalah satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Seperti
shalat dan amalan lain yang senantiasa engkau kerjakan, maka berjilbab pun
adalah satu amalan yang seharusnya juga engkau perhatikan.
Allah Ta’ala
telah menurunkan perintah hijab kepada setiap wanita mukminah. Maka itu berarti
bahwa hanya wanita-wanita yang memiliki iman yang ridha mengerjakan perintah
ini. Adakah engkau tidak termasuk ke dalam golongan wanita mukminah?
Ingatlah
saudariku, bahwa sesungguhnya keadaanmu yang tidak berjilbab namun masih
mengerjakan amalan-amalan lain, adalah seperti orang yang membawa satu kendi
penuh dengan kebaikan akan tetapi kendi itu berlubang, karena engkau tidak
berjilbab. Janganlah engkau sia-siakan amal shalihmu disebabkan orang-orang
yang dengan bebas di setiap tempat memandangi dirimu yang tidak mengenakan
jilbab. Silakan engkau bandingkan jumlah lelaki yang bukan mahram yang
melihatmu tanpa jilbab setiap hari dengan jumlah pahala yang engkau peroleh,
adakah sama banyaknya?
2. “Iman kan
letaknya di hati. Dan yang tahu hati seseorang hanya aku dan Allah.”
Duhai
saudariku…Tahukah engkau bahwa sahnya iman seseorang itu terwujud dengan tiga
hal, yakni meyakini sepenuhnya dengan hati, menyebutnya dengan lisan, dan
melakukannya dengan perbuatan?
Seseorang
yang beramal hanya sebatas perbuatan dan lisan, tanpa disertai dengan keyakinan
penuh dalam hatinya, maka dia termasuk ke dalam golongan orang munafik.
Sementara seseorang yang beriman hanya dengan hatinya, tanpa direalisasikan
dengan amal perbuatan yang nyata, maka dia termasuk kepada golongan orang
fasik.
Keduanya
bukanlah bagian dari golongan orang mukmin. Karena seorang mukmin tidak hanya
meyakini dengan hati, tetapi dia juga merealisasikan apa yang diyakininya
melalui lisan dan amal perbuatan. Dan jika engkau telah mengimani perintah
jilbab dengan hatimu dan engkau juga telah mengakuinya dengan lisanmu, maka
sempurnakanlah keyakinanmu itu dengan bersegera mengamalkan perintah jilbab.
3. “Aku kan
masih muda…”
Saudariku
tercinta… Engkau berkata bahwa usiamu masih belia sehingga menahanmu dari
mengenakan jilbab, dapatkah engkau menjamin bahwa esok masih untuk dirimu?
Apakah engkau telah mengetahui jatah hidupmu di dunia, sehingga engkau berkata
bahwa engkau masih muda dan masih memiliki waktu yang panjang? Belumkah engkau
baca firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya,
“Kamu tidak
tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, jika kamu sesungguhnya mengetahui.”
(Qs. Al-Mu’minuun: 114)
“Pada hari
mereka melihat adzab yang diancam kepada mereka, (mereka merasa) seolah-olah
tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) waktu
pelajaran yang cukup.” (Qs. Al-Ahqaaf: 35)
Tidakkah
engkau perhatikan tetanggamu atau teman karibmu yang seusia denganmu atau di
bawah usiamu telah menemui Malaikat Maut karena perintah Allah ‘Azza wa Jalla?
Tidakkah
juga engkau perhatikan si fulanah yang kemarin masih baik-baik saja, tiba-tiba
menemui ajalnya dan menjadi mayat hari ini?
Tidakkah
semua itu menjadi peringatan bagimu, bahwa kematian tidak hanya mengetuk pintu
orang yang sekarat atau pun orang yang lanjut usia?
Dan Malaikat
Maut tidak akan memberimu penangguhan waktu barang sedetik pun, ketika ajalmu
sudah sampai. Setiap hari berlalu sementara akhiratmu bertambah dekat dan dunia
bertambah jauh. Bekal apa yang telah engkau siapkan untuk hidup sesudah mati?
Ketahuilah
saudariku, kematian itu datangnya lebih cepat dari detak jantungmu yang
berikutnya. Jadi cepatlah, jangan sampai terlambat…
4. “Jilbab
bikin rambutku jadi rontok…”
Sepertinya
engkau belum mengetahui fakta terbaru mengenai ‘canggih’nya jilbab. Dr.
Muhammad Nidaa berkata dalam Al-Hijaab wa Ta’tsiruuha ‘Ala Shihhah wa
Salamatus Sya’ri tentang pengaruh jilbab terhadap kesehatan dan keselamatan
rambut,
“Jilbab
dapat melindungi rambut. Penelitian dan percobaan telah membuktikan bahwa
perubahan cuaca dan cahaya matahari langsung akan menyebabkan hilangnya
kecantikan rambut dan pudarnya warna rambut. Sehingga rambut menjadi kasar dan
berwarna kusam. Sebagaimana juga udara luar (oksigen) dan hawa tidaklah
berperan dalam pertumbuhan rambut. Karena bagian rambut yang terlihat di atas
kepala yang dikenal dengan sebutan batang rambut tidak lain adalah sel-sel
kornea (yang tidak memiliki kehidupan). Ia akan terus memanjang berbagi sama
rata dengan rambut yang ada di dalam kulit. Bagian yang aktif inilah yang
menyebabkan rambut bertambah panjang dengan ukuran sekian millimeter setiap
hari. Ia mendapatkan suplai makanan dari sel-sel darah dalam kulit.
Dari sana
dapat kita katakan bahwa kesehatan rambut bergantung pada kesehatan tubuh
secara umum. Bahwa apa saja yang mempengaruhi kesehatan tubuh, berupa sakit
atau kekurangan gizi akan menyebabkan lemahnya rambut. Dan dalam kondisi
mengenakan jilbab, rambut harus dicuci dengan sabun atau shampo dua atau tiga
kali dalam sepekan, menurut kadar lemak pada kulit kepala. Maksudnya apabila
kulit kepala berminyak, maka hendaklah mencuci rambut tiga kali dalam sepekan.
Jika tidak
maka cukup mencucinya dua kali dalam sepekan. Jangan sampai kurang dari kadar
ini dalam kondisi apapun. Karena sesudah tiga hari, minyak pada kulit kepala
akan berubah menjadi asam dan hal itu akan menyebabkan patahnya batang rambut,
dan rambut pun akan rontok.” (Terj. Banaatunaa wal Hijab hal. 66-67)
5. “Kalau
aku pakai jilbab, nanti tidak ada laki-laki yang mau menikah denganku. Jadi, aku
pakai jilbabnya nanti saja, sesudah menikah.”
Wahai
saudariku… Tahukah engkau siapakah lelaki yang datang meminangmu itu, sementara
engkau masih belum berjilbab? Dia adalah lelaki dayyuts, yang tidak memiliki
perasaan cemburu melihatmu mengobral aurat sembarangan.
Bagaimana
engkau bisa berpendapat bahwa setelah menikah nanti, suamimu itu akan ridha
membiarkanmu mengulur jilbab dan menutup aurat, sementara sebelum pernikahan
itu terjadi dia masih santai saja mendapati dirimu tampil dengan pakaian ala
kadarnya?
Jika benar
dia mencintai dirimu, maka seharusnya dia memiliki perasaan cemburu ketika
melihat auratmu terbuka barang sejengkal saja. Dia akan menjaga dirimu dari
pandangan liar lelaki hidung belang yang berkeliaran di luar sana. Dia akan
lebih memilih dirimu yang berjilbab daripada dirimu yang tanpa jilbab. Inilah
yang dinamakan pembuktian cinta yang hakiki!
Maka, jika
datang seorang lelaki yang meminangmu dan ridha atas keadaanmu yang masih belum
berjilbab, waspadalah. Jangan-jangan dia adalah lelaki dayyuts yang menjadi
calon penghuni Neraka. Sekarang pikirkanlah olehmu saudariku, kemanakah bahtera
rumah tanggamu akan bermuara apabila nahkodanya adalah calon penghuni Neraka?
6. “Pakai
jilbab itu ribet dan mengganggu pekerjaan. Bisa-bisa nanti aku dipecat dari
pekerjaan.”
Saudariku…
Islam tidak pernah membatasi ruang gerak seseorang selama hal tersebut tidak
mengandung kemaksiatan kepada Allah. Akan tetapi, Islam membatasi segala hal
yang dapat membahayakan seorang wanita dalam melakukan aktivitasnya baik dari
sisi dunia maupun dari sisi akhiratnya.
Jilbab yang
menjadi salah satu syari’at Islam adalah sebuah penghargaan sekaligus
perlindungan bagi kaum wanita, terutama jika dia hendak melakukan aktivitas di
luar rumahnya. Maka dengan perginya engkau untuk bekerja di luar rumah tanpa
jilbab justru akan mendatangkan petaka yang seharusnya dapat engkau hindari.
Alih-alih
mempertahankan pekerjaan, engkau malah menggadaikan kehormatan dan harga dirimu
demi setumpuk materi.
Tahukah
engkau saudariku, siapa yang memberimu rizki?
Bukankah
Allah -Rabb yang berada di atas ‘Arsy-Nya- yang memerintahkan para malaikat
untuk membagikan rizki kepada setiap hamba tanpa ada yang dikurangi barang
sedikitpun? Mengapa engkau lebih mengkhawatirkan atasanmu yang juga rizkinya
bergantung kepada kemurahan Allah?
Apakah jika
engkau lebih memilih untuk tetap tidak berjilbab, maka atasanmu itu akan
menjamin dirimu menjadi calon penghuni Surga? Ataukah Allah ‘Azza wa Jalla yang
telah menurunkan perintah ini kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang akan mengadzabmu akibat kedurhakaanmu itu? Pikirkanlah saudariku…
Pikirkanlah hal ini baik-baik!
7. “Jilbab
itu bikin gerah, dan aku tidak kuat kepanasan.”
Saudariku…
Panas mentari yang engkau rasakan di dalam dunia ini tidak sebanding dengan
panasnya Neraka yang akan kau terima kelak, jika engkau masih belum mau untuk
berjilbab. Sungguh, dia tidak sebanding. Apakah engkau belum mendengar firman
Allah yang berbunyi,
“Katakanlah:
‘(Api) Neraka Jahannam itu lebih sangat panas. Jika mereka mengetahui.’” (Qs.
At-Taubah: 81)
Dan sabda
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Sesungguhnya
api Neraka Jahannam itu dilebihkan panasnya (dari panas api di bumi sebesar)
enam puluh sembilan kali lipat (bagian).” [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no.
2843) dan Ahmad (no. 8132). Lihat juga Shahih Al-Jaami' (no. 6742), dari
Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Manakah yang
lebih sanggup engkau bersabar darinya, panasnya matahari di bumi ataukah
panasnya Neraka di akhirat nanti? Tentu engkau bisa menimbangnya sendiri…
8. “Jilbab
itu pilihan. Siapa yang mau pakai jilbab silakan, yang belum mau juga gak
apa-apa. Yang penting akhlaknya saja benar.”
Duhai
saudariku… Sepertinya engkau belum tahu apa yang dimaksud dengan akhlak mulia itu.
Engkau menafikan jilbab dari cakupan akhlak mulia, padahal sudah jelas bahwa
jilbab adalah salah satu bentuk perwujudan akhlak mulia. Jika tidak, maka Allah
tidak akan memerintahkan kita untuk berjilbab, karena dia tidak termasuk ke
dalam akhlak mulia.
Pikirkanlah
olehmu baik-baik, adakah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak buruk?
Atau adakah Allah mengadakan suatu ketentuan yang tidak termasuk dalam kebaikan
dan mengandung manfaat yang sangat besar? Jika engkau menjawab tidak ada, maka
dengan demikian engkau telah membantah pendapatmu sendiri dan engkau telah
setuju bahwa jilbab termasuk ke dalam sekian banyak akhlak mulia yang harus
kita koleksi satu persatu. Bukankah demikian?
Ketahuilah
olehmu, keputusanmu untuk tidak mengenakan jilbab akan membuat Rabb-mu menjadi
cemburu, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda
yang artinya,
“Sesungguhnya
Allah itu cemburu dan seorang Mukmin juga cemburu. Adapun cemburunya Allah
disebabkan oleh seorang hamba yang mengerjakan perkara yang diharamkan
oleh-Nya.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 4925) dan Muslim (no. 2761)]
9.
“Sepertinya Allah belum memberiku hidayah untuk segera berjilbab.”
Saudariku…
Hidayah Allah tidak akan datang begitu saja, tanpa engkau melakukan apa-apa.
Engkau harus menjalankan sunnatullah, yakni dengan mencari sebab-sebab
datangnya hidayah tersebut.
Ketahuilah
bahwa hidayah itu terbagi menjadi dua, yaitu hidayatul bayan dan hidayatut
taufiq. Hidayatul bayan adalah bimbingan atau petunjuk kepada kebenaran, dan di
dalamnya terdapat campur tangan manusia. Adapun hidayatut taufiq adalah
sepenuhnya hak Allah. Dia merupakan peneguhan, penjagaan, dan pertolongan yang
diberikan Allah kepada hati seseorang agar tetap dalam kebenaran. Dan hidayah
ini akan datang setelah hidayatul bayan dilakukan.
Janganlah
engkau jual kebahagiaanmu yang abadi dalam Surga kelak dengan dunia yang fana
ini. Buanglah jauh-jauh perasaan was-wasmu itu.
Tempuhlah
usaha itu dengan berjilbab, sementara hatimu terus berdo’a kepada-Nya, “Allahummahdini
wa saddidni. Allahumma tsabit qolbi ‘ala dinik (Yaa Allah, berilah aku petunjuk
dan luruskanlah diriku. Yaa Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Barakallahu fiikum ^^
0 komentar